Di ambang potret pergantian masa yang berlalu
Aku tak pernah berhenti berkaca seorang diri
Kusimak, kutelusuri seuntai syair pendulang lara
Aku pandangi sejengkal demi sejengkal guratan tipis
Diantara serat lengkungan wajah kepalsuan yang tertoreh
Aku melihat begitu nyata goresan luka yang terpampang
Aku coba untuk meraba dan mengusap !!
Rasa nyeripun merembet keluar bercampur cairan keraguan
Aku petangkan sepasang mata ini untuk tetap memandang
Kelamuran luka yang dulu kau gores dengan bingkai senyuman
Kini tetaplah membekas dengan jelas sebagai hiasan kelana
Kini engkau menggores lagi dengan sayatan luka yang sama
Walau terkesan halus dan rancak cara menggoresnya
Akan tetapi sayatannya tetaplah terasa menyakitkan
Ketika aku sudah tak tahan dengan rasa sakit yang mendera
Aku akan menutup mata saat gelora hasrat meledak
Ketika aku menganggap dirimu ada !!
Detuman amarah dalam kilatan kata-kata pedasku
Pasti bergemuruh menghantam seonggak ketidak jelasan
Kabut dilemapun tak pernah berhenti mencari jawab
Dan ketika diri ini menganggap dirimu sirna !!
Alunan syair lembut dalam awan kemilau kerelaan
Bergayut tulus dalam sekeping doa yang tak terputus
Tuk hantarkan serinai langkahmu menuju asa dan impian
Bermandikan kata
Berselimutkan makna
Beralaskan rasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar